SERUAN POKOK DOADALAM RANGKA HARI ANESASI PAPUA1 MEI 2022

SERUAN POKOK DOA
DALAM RANGKA HARI ANESASI PAPUA
1 MEI 2022
==========================

Di momentum 1 Mei 2022 Hari Aneksasi Papua dalam Negara Republik Indonesia dengan kekejaman Militer maka kami selaku Gembala menyeluarkan Seruan Pokok Doa. 

Sebelumnya itu kami menjelaskan sedikit tentang 1 Mei 1963 itu apa yang terjadi? Jadi 1 Mei 1963  adalah awal pemusnahan Manusia Melanesia di Papua Barat, dimana UNTEA menyerahkan Administrasi West Papua Kepada Indonesia secara sepihak tanpa diketahui oleh orang Papua Barat sebagai pemilik dan pewaris wilayah west Papua. Hal ini dilakukan atas kongkalinggong Amereika Serikat, Belanda, Indonesia dan PBB, untuk kepentingan ekonomi di Papua Barat, maka rakyat Papua jadi korban samapai dengan saat ini.

Aneksasi Bangsa Papua ke dalam NKRI melalui UNTEA 1 Mei  1963 merupakan kejahatan atas Hak Politik dan hak hidup serta Hak ekonomi orang Papua dilanggar. PBB sampai dengan saat ini tidak Pernah merasa bersalah atas nasib bangsa Papua.

01 Mei 1963 merupakan awal pendudukan Indonesia di Tanah Papua. Terjadinya penyerahan kekuasaan dari pemerintahan sementara PBB (UNTEA) kepada Indonesia melegitimasi Indonesia untuk menempatkan militernya dalam jumlah besar di Papua Barat. Sesuai perjanjian New York atau New York Agreement 15 Agustus 1962, Indonesia ditugaskan untuk membangun sambil mempersiapkan pelaksanaan Act of Free Choice (Tindakan Pilih Bebas) atau Self Determination (Penentuan Nasib Sendiri).

Kenyataannya, upaya pengkondisian Papua mulai dilakukan militer Indonesia sejak 1963 hingga 1969. Terbukti hasil Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) tahun 1969 dimenangkan oleh Indonesia, dengan keterlibatan 1.025 orang pemilih dari 800.000 orang Papua yang punya hak untuk memilih. Dua tahun sebelum Pepera 1969, pada tahun 1967 terjadi Kontrak Karya 1 PT Freeport Mc Moran Gold and Copper perusahaan tambang emas dan tembaga milik negara Imperialis Amerika dengan rezim Orba Soeharto. Kontrak ini dilakukan karena Indonesia yakin akan memenangkan Pepera walaupun dengan cara keji sekalipun, seperti teror, intimidasi dan bahkan pembunuhan sekalipun.

Kehadiran Indonesia tidak serta merta diterima oleh menghendaki kemerdekaan sebagai sebuah negara. Kenyataan ini dibalas oleh Indonesia dengan berbagai operasi militer baik di daerah pesisir Papua maupun daerah pegunungan Papua. Ratusan ribu rakyat Papua tewas akibat kekejaman militer (TNI-Polri) Indonesia. Apalagi paska pemberlakuan Daerah Operasi Militer (DOM) sejak 1977-1998. Kita juga melihat ada beberapa kasus Karena Komisi HAM PBB sendiri harus identivikasi, klarifikasi dan Invetigasi Pelanggaran HAM di Tanah Papua seperti Kasus  Biak  Berdarah, 06  Juli 1998; Kasus Sorong, 05 Juli 1999; Kasus Timika, 02 Desember 1999; Kasus Merauke, 16 Februari  2000;  Kasus  Nabire,  28  Februari  sampai  dengan  4  Maret  2000;  Kasus, Abepura,   07   Desember   2000,   Kasus   Wasior  Berdarah   tahun   2001,  Kasus Penyerangan Aparat Pasca KRP III, 19 Oktober 2011, Kasus Paniai Berdarah 2014, Kasus Deiyai 2019, Kasus Nduga 2019-2022  dan Kasus Intan Jaya 2019-2022 dan kasus lainnya.

Kejahatan Negara Indonesia melalui kaki tangannya militer (TNI-Polri) terus berlanjut hingga dewasa ini. Pemerintah Indonesia memaksakan kehendak untuk melakukan Daerah Otonom Baru (DOB) Pemekaran Papua sementara seanteroh dan mayoritas rakyat Papua tolak tentang Daerah Otonom Baru (DOB) 

Sementara di Jayapura, Nabire, Sorong, Manokwari, Biak, Nabire, Kaimana, Fak-Fak, Timika, Dogiyai, Paniai, Wamena, Yahukimo dan di kota-kota lain di tanah Papua menolak pemberlakukan Daerah Otonom Baru (DOB) melakukan aksi Damai dalam tekanan dan  ancaman aparat Militer sedangkan pada hari Selasa 15 Maret 2022 di kabupaten Yahukimo, Papua TNI/POLRI menembak mati dua orang atas nama Yakob Meklok (39) dan Esron Weipsa (19) dan sembilan orang lainya luka-luka dalam aksi penolakan pemekaran.

Seruan untuk penolakan rencana Pemekaran Daerah Otonom Baru (DOB) di Tanah Papua oleh seggenap mayoritas Papua sudah ddatang melalui Siaran Perss, Aksi Damai, Mimbar Bebas dan lainnya sudah disampaikan karena masyarakat Papua menganggap bahwa:

a. Pemekaran sebagai Pintu masuk mendominasi penduduk dari luar dan marginalisasi orang asli Papua. Sama seperti program transmigrasi pada masa lalu, pemekaran menjadi kendaraan bagi masuknya pendatang dan memperkuat dominasi masyarakat non-Papua yang sudah ada. Kajian demografi menunjukkan bahwa setidaknya lima kabupaten/kota, jumlah penduduk non-Papua jauh lebih banyak dari penduduk asli dan hal yang sama sedang terjadi di enam kabupaten lain. Selain aparat sipil negara dan aparat militer beserta kerabat mereka, pemekaran akan mendatangkan penjajah barang dan jasa yang kemudian akan mengembangkan jaringan bisnis mereka dan menetap. Selain itu, ibu kota daerah otonom baru biasanya dibangun di wilayah yang mayoritas penduduknya non-Papua seperti terjadi di Kabupaten Keerom, Papua. Dengan demikian, pembangunan di wilayah pemekaran memperparah marginalisas
freedom west papua.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Empat kampung Pugay

Ikatan IPPMMAPI Se-Jayapura Sukses, Gelar Mubes Ke-V Suara Meepago / admin / 3 jam yang lalu